Beranda | Artikel
Menanamkan Konsep Tawakal dan Usaha kepada Remaja
Selasa, 26 November 2024

Menanamkan Konsep Tawakal dan Usaha kepada Remaja merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Ada Apa dengan Remaja. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 24 Jumadil Awal 1446 H / 26 November 2024 M.

Kajian Tentang Menanamkan Konsep Tawakal dan Usaha kepada Remaja

Melatih anak untuk berusaha

Melatih anak untuk berusaha adalah bagian penting dari menanamkan sifat tawakal. Tawakal bukan hanya sekadar menyerahkan segala sesuatu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi juga harus diawali dengan ikhtiar. Anak perlu memahami bahwa segala sesuatu tidak datang secara instan, melainkan melalui proses. Jika tidak, ia akan tumbuh menjadi anak yang manja, selalu mengharapkan apa yang diinginkan tanpa usaha.

Hal ini sangat penting, terutama bagi anak laki-laki, karena mereka kelak akan menjadi pemimpin rumah tangga. Oleh karena itu, proses melatih anak untuk berusaha perlu dimulai sejak dini, khususnya di masa remaja. Dalam hal ini, dukungan orang tua sangat diperlukan.

Sebelumnya, kita telah membahas bagaimana anak harus diajarkan keberanian untuk mengambil keputusan. Bahwa setiap keputusan memiliki konsekuensi, dan memahami hal ini adalah bagian dari pembelajaran hidup. Dalam mewujudkan keinginan, anak harus diajarkan untuk berusaha dan bekerja keras.

Dalam hal ini, kita bisa merujuk pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

اِحْـرِصْ عَـلَـى مَا يَـنْـفَـعُـكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَـعْجَـزْ

“Berusahalah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan merasa lemah.” (HR. Muslim)

Dalam hadits ini terdapat tiga poin penting yang harus ditanamkan kepada anak. Pertama, berusaha meraih apa yang bermanfaat. Kedua adalah melatih anak untuk senantiasa meminta pertolongan kepada Allah. Anak harus diajarkan untuk menggantungkan hatinya kepada Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam dunia yang dipenuhi hal-hal materialistis seperti saat ini, keimanan terhadap perkara ghaib sering kali terabaikan, kalah oleh keyakinan terhadap perkara nyata yang tampak. Oleh karena itu, penting untuk menanamkan keterkaitan hati anak dengan Allah sejak dini.

Sebesar apa pun usaha yang dilakukan, tetap diperlukan bantuan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini dapat diwujudkan melalui doa, dzikir, dan tadabbur terhadap ayat-ayat Allah. Anak harus diajarkan untuk selalu melibatkan Allah dalam setiap langkah kehidupannya.

Salah satu pelajaran penting yang disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma saat ia masih kecil adalah:

“Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika kamu memohon, mohonlah kepada Allah. Jika kamu meminta pertolongan, mintalah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)

Lihat juga: Jagalah Allah Maka Allah Akan Menjagamu

Hadits ini mengajarkan pentingnya keimanan kepada Allah, kebergantungan kepada-Nya, dan keyakinan terhadap perkara ghaib.

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang fakir di hadapan Allah. Sebagaimana firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya, Maha Terpuji.” (QS. Fatir [35]: 15)

Kesadaran akan kebutuhan kepada Allah ini akan mengikis sifat sombong, takabbur, dan pongah pada diri manusia, termasuk pada anak. Anak perlu diajarkan untuk tidak merasa jemawa atas apa yang telah diusahakannya, karena semua kekuatan untuk berikhtiar berasal dari Allah.

Manusia tidak memiliki daya dan upaya kecuali dengan izin Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ أَيُّهَا النَّاسُ وَيَأْتِ بِآخَرِينَ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ قَدِيرًا

“Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kalian, wahai manusia, dan mengganti kalian dengan makhluk yang lain. Dan Allah Mahakuasa atas hal itu.” (QS. An-Nisa [4]: 133)

Ayat ini mengingatkan bahwa Allah Maha Kuasa untuk melemahkan, bahkan memusnahkan manusia jika Dia menghendaki. Dengan demikian, manusia seharusnya selalu bergantung kepada Allah dalam setiap keadaan.

Kesombongan sering kali muncul dari kelebihan yang Allah berikan, baik itu berupa harta, fisik, jabatan, atau kekuasaan. Manusia yang baru saja mendapatkan kekayaan sering kali sombong kepada sesamanya, memamerkan kekayaannya kepada manusia lain. Namun, orang yang benar-benar kaya atau memiliki kekuasaan besar seperti Firaun, sombongnya bukan lagi kepada manusia, melainkan kepada Allah.

Sebagaimana dikisahkan, Firaun berkata:

فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَىٰ

“Aku adalah tuhanmu yang paling tinggi.” (QS. An-Nazi’at [79]: 24)

Firaun bahkan memerintahkan untuk membangun sebuah bangunan tinggi untuk “melihat” Tuhan Nabi Musa, menantang Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta’ala. Padahal, Firaun sendiri sadar bahwa ia bukan pencipta alam semesta, bahkan ia tidak menciptakan dirinya sendiri. Namun, kesombongan telah membutakan hatinya.

Ketika Allah memberikan banyak kelebihan kepada manusia—harta, ilmu, kekuasaan—sebagai ujian, jika tidak berhati-hati, kesombongan akan merasuki hati, hingga manusia melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hati-hati dengan segala kelebihan yang Allah berikan, karena hal tersebut bisa menjadi fitnah. Menjaga dan memanfaatkan kelebihan-kelebihan tersebut sebagai amanah tidaklah mudah.

Sebagai contoh, Allah memberikan kelebihan kepada iblis. Ia adalah jin yang paling berilmu pada masanya. Namun, kelebihan itu menjadi ujian baginya. Iblis menjadi sombong, menolak perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, merendahkan Nabi Adam, dan merasa dirinya lebih mulia.

Allah berfirman tentang sikap iblis:

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ

“Iblis berkata, ‘Aku lebih baik darinya. Engkau menciptakanku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.’” (QS. Shad [38]: 76)

Begitulah ujian yang Allah berikan kepada manusia berupa kelebihan atau keistimewaan. Semua itu adalah titipan Allah. Jika tidak digunakan dengan benar, kelebihan tersebut justru dapat menjadi sumber kebinasaan.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54736-menanamkan-konsep-tawakal-dan-usaha-kepada-remaja/